Merevisi Ekonomi Minyak

“If we don’t find a solution to burning oil for transport, when we then run out of oil, the economy will collapse and society will come to an end” – Elon Musk

Ada sebuah cerita menarik yang suka saya baca saat saya masih kecil, cerita tersebut berjudul Tintin: Si Kuping Belah. Diceritakan, sang protagonist Tintin harus berkelana ke Amerika Selatan untuk menyelidiki misteri hilangnya sebuah patung kuno. Dalam petualangannya, Tintin justru terjebak dalam perang perebutan lahan minyak antara General American Oil dan British South-American Petrol, tak tanggung-tanggung, saking berkuasanya kedua perusahaan tersebut, dua negara independen dapat diadu domba (meskipun keduanya dipimpin oleh diktator) untuk merebut lahan minyak. Sebagai tambahan, cerita tadi ditulis sekitar tahun 1930an.

Meskipun ditulis hampir 80 tahun yang lalu, tetapi konteks mengenai minyak masih belum banyak berubah. Cairan hitam tersebut masih memegang peranan penting untuk menjalankan ekonomi dunia, atau bahkan semakin penting. Hampir semua negara bergantung pada supply minyak. Seperti di cerita Tintin, sesekali juga terjadi sengketa mengenai hak pengelolaan minyak (..berbicara mengenai Blok Mahakam). Bagi saya sangat menakjubkan bagaimana selama 80 tahun terakhir sumber energi kita belum berubah secara signifikan. Dalam bahasa sederhana, dunia disandera oleh minyak. Jika besok seluruh cadangan minyak di bumi tiba-tiba menghilang saya cukup yakin kiamat kecil akan terjadi, seperti yang diprediksi oleh Elon Musk maka ekonomi dapat kolaps dengan sangat cepat.

Sedikit Sejarah Tentang Standard Oil

Orang pertama yang menjadi milyuner di Amerika bernama John D Rockefeller, Rockefeller mendirikan Standard Oil yang menikmati monopoli total antara tahun 1870an sampai akhir 1890an. Di awal 1900an Standard Oil terbukti melakukan monopoli yang merugikan dan dipecah menjadi perusahaan yang lebih kecil. Saat masa-masa monopoli, Rockefeller dan Standard dapat menurunkan harga minyak untuk menekan kompetisi dan membuat konsumen dimanja dengan minyak murah (Ehm, familiar dengan kondisi ini di tahun 2014-15?). Meskipun Standard Oil dan praktik monopolinya tidak akan kita jumpai lagi (dengan segala peraturan yang ada untuk mencegah monopoli) di dunia modern, tetapi ada satu “warisan spiritual” yang diwariskan yaitu monopoli oleh minyak di banyak sektor modern (transportasi, energi, dll)

Sekarang

Tidak sulit untuk melihat monopoli minyak, saya menebak bahwa 90% transportasi darat kita menggunakan minyak, angka yang tepat adalah 86%. Untuk energi, tebakan saya 25% konsumsi energi menggunakan minyak, angka yang tepat kurang lebih 30% (perlu dicatat bahwa penggunaan batu bara, salah satu jenis fossil fuels, mencapai 33%). Jika besok tiba-tiba seluruh minyak di dunia menghilang maka 1/4 Indonesia bisa mati lampu dan minimal 80% kendaraan darat tidak akan beroperasi (Mungkin di Indonesia sampai 99% kendaraan darat karena saya belum pernah melihat mobil gas). Dalam dunia yang memperjuangkan demokrasi, minyak adalah diktator yang memerintah sebuah negara Aristokrat dimana rakyatnya tidak punya pilihan selain terus bergantung kepada sang raja.

Kita punya pilihan

Arab Spring terjadi saat rakyat di timur tengah bosan ditindas oleh penguasa, dipicu oleh aksi bakar diri Tarek Bouazizi di Tunisia, rakyat timur tengah akhirnya sadar bahwa mereka punya pilihan dan memberontak untuk melengserkan rezim korup yang sudah bertahun-tahun berkuasa. Meskipun paska Arab Spring banyak negara yang kondisinya masih belum stabil tetapi saya pribadi melihat Arab Spring sebagai langkah yang perlu untuk merevisi kebijakan negara-negara di Arab.

Menurut saya, industri energi saat ini membutuhkan sebuah Oil Spring, untuk memberontak terhadap dominasi penggunaan minyak. Jika diperhatikan, hampir semua negara di dunia tergantung kepada supply minyak. Saat harga minyak naik maka beban banyak negara akan semakin meningkat, terutama negara berkembang. Menaikan harga minyak di dalam negeri tidak mudah, apalagi jika sudah dimanja dengan subsidi (bisa-bisa di demo “kaum intelek” yang bolos kelas).

Ketergantungan dunia terhadap minyak juga membuat minyak sering dijadikan alat agresi politik di tingkat internasional, seperti di pertengahan 70an saat Arab Saudi mengembargo minyak. Praktik ini dikenal dengan sebutan Petroagression. Selain digunakan sebagai alat politik, minyak sendiri bisa menjadi kejatuhan sebuah negara, contohnya seperti Russia yang hampir mengalami resesi sekarang karena harga minyak yang rendah dan embargo barat atau Nigeria yang kehilangan output normal minyaknya karena ladang minyaknya diserang oleh milisi.

Menginisiasi Oil Spring atau memiliki kesadaran bahwa kita punya banyak pilihan energi selain minyak harus dilanjutkan dalam langkah konkret. Saya mencantumkan quotes dari Elon Musk diatas karena saya mengagumi keberaniannya untuk mendirikan perusahan yang antara lain membuat 100% mobil listrik (Tesla) dan penyedia listrik dari surya (Solarcity). Langkah konkret seperti yang dilakukan Mr Musk lah yang dibutuhkan dunia dan Indonesia secara khusus.

Yang bisa dilakukan di Indonesia

Hanya ada satu perusahaan Indonesia yang secara konsisten masuk peringkat Fortune 500, yaitu Pertamina. Di tahun 2013 ada satu perusahaan Indonesia lain yang berhasil masuk Fortune 500 dan perusahaan itu adalah….PLN. Yap, perusahaan yang sering mematikan listrik saat saya mau ujian tersebut masuk salah satu perusahaan “terbesar” versi Fortune. Untungnya parameter yang digunakan untuk mengukur peringkat Fortune 500 bukan dari sisi Inovatif dan Kepuasan pelanggan (yang tidak dimiliki PLN saat ini) melainkan hanya dari pemasukan dan laba.

Langkah yang bisa dilakukan untuk PLN adalah memberikan pelanggan Pilihan terhadap sumber energi yang digunakan pelanggan. Beberapa sumber energi punya keunggulan lebih dibandingkan minyak, mari ambil contoh Tenaga Surya. Sejauh yang saya tau, tenaga surya masih tersedia secara gratis, artinya meski tiba-tiba ada perang di Arab Saudi, Venezuela, atau Russia, tenaga surya masih tetap gratis. Bahkan, saya memprediksi tenaga surya akan, Gratis sampai kapanpun. Kesulitan dalam memanfaatkan tenaga surya adalah alat yang dibutuhkan(umumnya panel surya) mahal. Kesulitan ini dapat diakali dengan menggunakan sistem leasing sehingga beban pelanggan dapat dibagi menjadi misalnya 10 tahun. Dengan leasing, bayangkan pelanggan membeli Iphone seharga 10 juta yang dibagi 10 tahun, maka tiap tahun pelanggan hanya perlu membayar 1 juta, dan tiap bulan hanya perlu membayar 84 ribu. Flat.

Jika argumen yang diberikan adalah di malam hari matahari tidak bersinar maka ada teknologi bernama baterai bisa digunakan untuk menyimpan energi saat matahari bersinar disiang hari.

Akhir cerita Tintin

Di akhir cerita Tintin kuping belah, diceritakan bahwa ternyata tidak ditemukan minyak di lahan sengketa. Akhirnya kedua negara tadi ditinggalkan oleh perusahaan yang mensponsori perang dan menjadikan kondisi politik, sosial, dan ekonomi di negara tersebut tidak stabil. Saya pun yakin, jika dunia terus menerus tergantung pada minyak maka saat kita ditinggalkan oleh minyak (cepat atau lambat) maka masa depan yang akan kita hadapi suram. Di Indonesia, kita yang dulu kaya minyak dan sekarang cadangan minyak kita semakin menipis mulai merasakan efek buruk ketergantungan terhadap minyak. Saat ini kita ada di masa yang tepat dimana ilmu pengetahuan dapat menyediakan solusi untuk mendiversifikasikan sumber energi kita. Akankah kita terus bergantung atau sebaliknya?

Ps. Saya lupa mencantumkan, minyak dan saudaranya sesama bahan bakar fosil adalah salah satu sumber energi paling kotor yang ada. Dampak lingkungan yang timbul bisa jauh lebih besar dibandingkan dampak ekonomi yang disediakan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *